"Gemblengan hidup"
yang kita jalani selama ini justru adalah sarana untuk menguatkan diri.
Halangan dan rintangan bukan hadir untuk melemahkan, tapi justru menjadi
ajang latihan kehidupan agar kita menjadi insan luar biasa yang mampu
menciptakan sukses di sana-sini.
Dan, kini, gemblengen itu dihadirkan dalam sebuah rangkaian ibadah di
bulan suci Ramadhan bagi umat Islam. Saat itu, gemblengen puasa menahan
diri tidak makan dan minum dari Subuh hingga Magrib akan jadi ujian
fisik yang akan mengantarkan pada penguatan mentalitas dalam diri.
Sebab, saat menahan lapar dan haus itulah, godaan-godaan duniawi seolah
selalu menanti. Dan, ketahanan diri untuk menahan hawa nafsu duniawi
itulah yang akan semakin menguatkan iman dan sekaligus menambah kekayaan
mentalitas saudara-saudaraku umat Islam.
Begitu juga dalam agama lain. Sebenarnya, puasa juga dikenal dalam
berbagai bentuk. Misalnya untuk umat Kristiani, biasanya ada puasa
menjelang hari Paskah. Atau, untuk umat Buddha ada puasa yang dikenal
sebagai attasila. Semuanya sebenarnya bermuara pada satu hal,
pengendalian diri dan meningkatkan kedekatan pada Sang Pencipta. Dan,
ini sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak sarana kita untuk
“keras” pada diri sendiri atau untuk “tidak mengasihani diri sendiri”.
Dalam tradisi masyarakat Jawa sendiri, ada beberapa bentuk tirakat, seperti poso mutih, yakni puasa hanya dengan makan dan minum serba putih, poso pati geni
atau puasa sehari semalam tanpa menyentuh makan dan minum serta
berhubungan dengan duniawi. Kesemua akar "tirakat poso" itu tadi
bermuara pada satu hal yang hampir senada, yakni pencapaian
kendali atas diri untuk meningkatkan kesadaran bahwa kitalah yang
mengendalikan diri, bukan nafsu, bukan emosi, bukan pula pengaruh
kekuatan lain di luar diri.
Sebab, tanpa disadari, masih banyak tindakan dan kelakuan kita yang
justru banyak dipengaruhi oleh kekuatan di luar diri. Sedikit
diprovokasi, kita langsung gampang terbakar emosi. Sedikit saja
senggolan, sudah terjadi kerusuhan. Bahkan, hanya sekadar lirikan, bisa
berujung pada perkelahian.
Padahal, jika kita benar-benar menyadari bahwa kita memegang penuh
kendali atas diri sendiri, maka kita pasti tak akan perlu membuang-buang
energi secara percuma.
- Daripada sibuk memikirkan kritikan orang lain, kita justru bisa mengubah kritikan itu jadi pelajaran untuk perbaikan.
- Daripada terbebani mengapa orang lebih sukses dari kita, dengan kendali diri kita akan lebih mampu mengambil pelajaran sukses dari orang tersebut untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan lebih.
- Daripada sibuk memikirkan kenaikan harga yang menjulang, lebih baik kita menahan untuk lebih bijak mengonsumsi barang sehingga bisa berhemat di sana sini.
- Daripada memikirkan mengapa belum terjadi perubahan besar di lingkungan kita, lebih baik kita mencari solusi mulai dari dalam diri untuk melakukan yang terbaik pada bidang yang kita geluti saat ini.
Begitulah, tirakat poso mengajarkan banyak hal tentang
pemaknaan dalam diri. Karena itu, selepas puasa nanti, atau selepas
tirakat apa pun yang kita jalani, ada baiknya kita untuk meneruskan
setiap hari untuk tirakat. Menjadikannya sebagai budaya untuk
mengendalikan nafsu duniawi, menjadikannya kekuatan untuk makin mampu
mengontrol diri sendiri.
Terakhir, saya ingin mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa
untuk saudara-saudaraku umat Islam. Semoga, ibadah yang dijalankan, akan
makin menanamkan kekayaan mental sebenarnya. Serta semakin membawa
kedamaian dan kesejukan toleransi bagi negeri kita.
0 comments