Alkisah, suatu hari, seorang bangsawan yang kaya raya ingin
menghadiahkan sebuah jam saku emas kuno kepada salah satu anaknya di
hari ulang tahunnya nanti. Si bangsawan mempunyai tiga orang anak yang
sama-sama dicintainya, tetapi hanya mempunyai satu jam emas. Maka,
dibuatlah semacam kompetisi. Nantinya, anak yang dapat mencari dan
menemukan jam tangan itulah yang akan memilikinya. Maka, segeralah
dipanggil ketiga anaknya.
“Anakku, jam ayah terjatuh di tumpukan jerami di gudang kita. Jam itu
sangat ayah sayangi karena itu warisan kakek kalian yang tidak ada
duanya. Karena itu, aku tugaskan kalian untuk mencarinya. Nah, sulung,
engkau mendapat giliran pertama untuk mencari dan membawa jam itu kepada
ayah.”
“Baik ayah,” jawab si sulung. Ia kemudian mengambil sebatang tongkat.
Dengan tongkat itu, sambil bernyanyi nyaring, dia bekerja keras
membolak-balikkan jerami. Tetapi, sampai tenaga habis dan suaranya
serak, jam tetap tidak berhasil ditemukan.
Tiba giliran anak kedua memasuki gudang jerami dengan membawa senter
di tangan. Raut wajahnya tampak kesal dan tidak senang mematuhi perintah
sang ayah. Ia merasa sang ayah terlalu mengada-ada. Mengapa demi sebuah
jam tua, mereka harus bersusah payah membuang tenaga dan waktu untuk
mencarinya di gudang yang kotor. Maka, sambil mengomel panjang pendek,
ia mulai mencari jam tersebut. Karena tak sepenuh hati mencari, walau
telah memelototi setiap sudut, hingga batu baterai senter itu habis, jam
tetap tidak ditemukan.
Kemudian giliran anak ketiga memasuki gudang jerami. Dengan
pembawaannya yang tenang dan senyum manis di bibir, dia memasuki gudang
lumbung padi. Tidak berapa lama kemudian dia keluar dengan wajah berseri
dan membawakan jam emas itu kepada ayahnya. Melihat itu, sang ayah
gembira dan bertanya, “Anakku, bagaimana engkau dapat menemukan jam itu
dengan waktu yang cukup singkat? Sedari tadi kakak-kakakmu telah
berusaha begitu lama, tetapi mereka tidak berhasil menemukan jam
tersebut.”
Si bungsu pun menjawab, “Ayah, saya hanya duduk diam, berkonsentrasi
di dalam gudang lumbung padi. Dalam keheningan dan ketenangan itulah
saya bisa mendengarkan suara detak jam tangan tik tik tik...
sehingga dengan mudah saya dapat mencari dan menemukan di mana jam
tersebut berada. Tapi atas semuanya, syukurlah kami dapat membantu Ayah
mendapatkan kembali jam emas kesayangan itu..”
Maka, jam emas itu diberikan kepada si bungsu tepat di hari ulang
tahun sang ayah. “Anakku, karena engkau yang telah menemukan jam ini,
maka ayah berikan ini kepadamu. Ayah percaya, engkau akan menyimpan dan
memelihara dengan baik jam emas kesayangan ayah ini.” Dengan wajah
gembira, si bungsu pun menerima pemberian ayahnya.
Dear Readers,
Sebuah hadiah, pantas diberikan kepada mereka yang berprestasi dan
berjuang sepenuh tenaga untuk mewujudkan cita-cita. Demikian juga dalam
kehidupan. Saat kita sedang berhadapan dengan aneka masalah dan
tantangan yang harus ditaklukkan, jika kita mau berjuang dengan semangat
pantang menyerah dan tekad membaja, pasti akan ada hadiah di balik
keteguhan kita memecahkan masalah tersebut.
Untuk itu, dalam menghadapi setiap masalah, berat maupun ringan,
kecil ataupun besar, kita seharusnya mampu menjaga keluasan hati dan
ketenangan berpikir, agar sebuah masalah bisa kita urai berdasarkan
sumber masalahnya. Ibarat mengurai benang kusut, kalau sudah ditemukan
ujung pangkalnya, pasti akan lebih mudah mengurainya. Sebaliknya, emosi
yang meledak-ledak, terburu-buru dalam berbuat, atau menyepelekan
masalah yang timbul, hanya akan memicu masalah yang lebih besar.
Mari kita jaga kejernihan daya pikir dengan selalu menjaga hati,
mampu menciptakan ketenangan dan keheningan. Dengan begitu kita akan
mendapatkan solusi terbaik untuk memecahkan masalah yang ada secara
efektif dan bijaksana.