Senin, 25 Desember 2017

Filosofi Jawa: Ngadeg Jejeg (Berdiri Tegak)


Di akhir tahun, tanpa terasa banyak sekali hal yang telah kita lewati. Banyak kondisi yang kita perkirakan terjadi. Dan, banyak pula hal di luar ekspektasi. Kadang, mengejutkan. Sering bahkan, membuat kaget berkepanjangan. Ada yang merasakan krisis, ada yang merasakan kehilangan, ada yang merasakan banyak halangan. Tapi, di tengah berbagai kondisi yang terjadi, ada pula yang menemukan keberuntungan. Ada yang merasakan kesenangan. Ada yang merasakan banyak keberkahan.

Semua memang sudah berjalan pada “takdir” hidup masing-masing. Dan, semuanya pun sejatinya dalam keberimbangan kehidupan. Tak ada sukses tanpa melewati kegagalan. Tak ada senang yang tak didahului kesedihan. Tak ada bahagia yang tak didampingi pula oleh kenestapaan. Sebagaimana adanya positif, ada pula yang negatif. Semua dalam “lingkaran” keseimbangan; sebagaimana lingkaran yin dan yang, satu sama lain saling melengkapi. Karena itu, sudah sepatutnya kita menyadari hal tersebut. Sehingga, saat terpuruk, tak ada kata putus asa, karena sadar semua hanya pembelajaran semata. Sebaliknya, saat berada di puncak sukses, selalu pula ingat bahwa tak ada pula sukses yang abadi. Sehingga, kita pun akan terhindar dari kesombongan diri.

Dengan pengertian tersebut, kita akan jadi pribadi yang mampu “ngadeg jejeg” alias berdiri tegak. Sebagai insan yang yakin bahwa tak ada kesuksesan yang abadi, tak ada kesuksesan tanpa melewati perjuangan, kita seharusnya mampu menjadi pribadi yang bisa berdiri kokoh.

Sebagai orang yang sedari muda belajar ilmu kungfu, saya tahu persis bagaimana posisi berdiri bisa menjadi solusi untuk meraih kemenangan dalam pertarungan. Dengan memiliki tumpuan kekuatan pada kaki—yakni dengan membentuk kuda-kuda yang kuat—akan menjadi pembeda antara pemenang dan pecundang. Kaki yang berdiri kokoh tak akan mudah dijatuhkan oleh sapuan tendangan ataupun pukulan. Selain itu, dengan posisi yang benar, kita bisa tetap dengan mudah mengendalikan posisi tubuh sehingga bisa lincah bertahan ataupu menyerang.

Di sinilah kekuatan posisi ngadeg jejeg dengan kuda-kuda dasar yang benar. Kita seharusnya mampu menjadi insan yang memiliki pijakan kuat untuk melangkah. Saya ingat persis, bagaimana jika seorang guru mengetes kuatnya kuda-kuda. Kaki kami ditendang atau dicoba dipatahkan dengan berbagai sarana yang digunakan. Bagi yang memiliki kuda-kuda yang benar, ia tak akan mudah dijatuhkan. Begitu pula dalam kehidupan. Tendangan yang kerap ditujukan—berupa ujian, cobaan, halangan, rintangan—akan bisa dihadapi bagi mereka yang terbiasa keras kepada diri mereka. Mereka yang terbiasa belajar ngadeg jejeg, tak akan mudah diombang-ambingkan oleh keadaan dan kondisi. Bahkan, di tengah hal yang dianggap mustahil, keyakinan kuat yang diasah dengan terus bekerja keras, justru akan semakin menguatkan langkah menuju keberhasilan yang didambakan.

Mereka yang ngadeg jejeg sadar sepenuhnya, bahwa perjuangan adalah hal mutlak yang harus dilakukan untuk meraih kemenangan. Mereka yang ngadeg jejeg pantang merasa lemah saat berhadapan dengan kondisi yang tidak mengenakkan sekali pun. Sebab, mereka sadar sepenuhnya, “hukum keseimbangan” akan datang pada saatnya. Sehingga, di tengah cobaan dan ujian, mereka yang bisa tetap berdiri tegak serta makin kokoh keyakinannya, bahwa yang diperjuangkan tak kan pernah sia-sia.

Di akhir tahun ini, mari tetap jaga semangat kita! Tetap optimis dan berjuang untuk meraih semua cita-cita. Salam sukses, luar biasa!!!
Load disqus comments

0 comments