Setiap orang
memiliki target dan tujuan yang berbeda. Yang menyamakan adalah sebuah
rumusan yang berlaku umum, siapa yang bersungguh-sungguh, dialah yang
akan mencapai apa yang diidamkan.
Sayangnya, pengertian “sungguh-sungguh” kadang kurang dipahami dan
diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan. Misalnya, baru gagal
sekali dua kali, sudah langsung menyerah. Mencari prospek pelanggan baru
ditolak sekali dua kali, langsung merasa bahwa dunianya bukan di bidang
penjualan. Baru kalah dalam satu dua pertandingan, sudah mengecap diri
tak punya potensi. Akibatnya, proses kegagalan yang harusnya jadi
pembelajaran, justru jadi batu sandungan. Ujungnya, menyerah sebelum
tercapai semua keinginan.
Padahal, justru pada titik-titik paling melelahkan—yang paling sering
membuat orang menyerah—itulah, mungkin hanya selangkah lagi kita akan
mencapai kemenangan yang diimpikan. Karena itu, hanya mereka yang
bersungguh-sungguhlah, yang akhirnya mampu mencapai tujuan. Mereka
melampaui “batasan” dalam dirinya sendiri. Ini sejalan dengan buku karya
Anwar Fuadi yang beberapa waktu menjadi best seller, berjudul
Negeri 5 Menara. Dalam buku tersebut, ada sebuah ungkapan “ajaib” dari
bahasa Arab yang sering disebut dan menjadi pegangan tokoh dalam buku
itu untuk mencapai tujuan, yakni man jadda wa jada yang arti harfiahnya: siapa bersungguh-sungguh, akan mendapatkannya.
Dalam istilah bahasa Jawa, ada kata temen yang berarti sungguh-sungguh. Kata ini biasa muncul dalam sebuah filosofi Jawa, “Sopo sing temen, bakal tinemu”
yang arti harfiahnya adalah siapa yang sungguh-sungguh, akan menemukan
yang dicarinya. Dalam bahasa Inggris pun, kita mengenal ungkapan yang
memiliki arti tak jauh beda, yakni: Where there is a will, there is a way.
Semua itu menunjukkan, bahwa pengertian bersungguh-sungguh untuk
mencapai tujuan berlaku universal. Semua suku, bangsa, agama, pasti
memiliki anjuran yang sama. Dan memang itulah kenyataan kehidupan. Itu
bisa kita lihat di mana banyak tokoh dunia melegenda, karena kegigihan
dan kesungguhan mereka dalam berkarya.
Maka, jika kita melihat ada siswa/mahasiswa yang lulus ujian dan
tidak, ada yang mendapat nilai baik, ada pula yang kurang, semua itu
pasti didasari pula oleh kesungguhan masing-masing anak. Namun, bukan
jaminan pula, mereka yang punya nilai baik, akan mendapatkan sukses di
kemudian hari, jika tak disertai dengan kesungguhan-kesungguhan
berikutnya. Sebab, sejatinya, “ujian” nyata ada di kehidupan yang kita
jalani sehari-hari dan itu berjalan terus-menerus hingga kita tak
bernapas lagi.
Menilik kekuatan kesungguhan hati ini, mari kita coba lihat dalam
diri, sudahkah kita bersungguh-sungguh dalam setiap tugas dan tanggung
jawab yang kita emban? Sudahkah hari ini kita memberikan yang terbaik
dari yang kita bisa? Sudahkah kita memaksimalkan segala daya dan upaya
untuk mengejar cita-cita? Semuanya kembali pada diri kita sendiri yang
bisa menjawabnya.
Mari kita selalu bersungguh-sungguh, dalam setiap aspek kehidupan
yang kita jalani. Jangan sibuk menilai kekurangan orang lain, tapi
nilailah kekurangan diri dan segera memperbaiki. Jangan sibuk
menyalahkan diri saat gagal, tapi sibukkan diri untuk menjadikan setiap
kegagalan sebagai fondasi mencapai kesuksesan. Dengan kesungguhan, kita
ubah kemustahilan menjadi keniscayaan, terus berjuang, wujudkan semua
impian!
Salam sukses Luar Biasa!
0 comments