Kamis, 04 Januari 2018

Keras Pada Diri Sendiri, Toleran Pada Orang Lain

Kita terlahir sebagai makhluk sosial di mana satu dan yang lainnya, saling bergantung dan tak bisa lepas begitu saja. Karena itu, menjaga hubungan baik di lingkungan sosial adalah mutlak adanya. Sebab, tanpa keharmonisan dengan sesama di sekitar kita, maka hidup bisa jadi terlunta-lunta.


Untuk itu, rasa saling menghargai dan toleransi harus selalu menjadi hal yang utama. Menghormati sesama, saling menolong, saling membantu, adalah beberapa hal kunci yang harus dibiasakan agar kita mampu menjalin keharmonisan di lingkungan dan sekitar kita.

Sayangnya, belakangan ini, entah mengapa, justru makin banyak hal yang mendorong ke arah terjadinya ketidakharmonisan. Tidak cocok sedikit, berujung pada perdebatan. Melirik sedikit, sudah dianggap sebagai tantangan. Salah ucap sedikit, sudah dianggap sebagai kesalahan yang tak patut dimaafkan. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan seperti merebak di mana-mana. Hampir setiap hari, hampir semua berita, selalu saja ada kisah memilukan akibat emosi tak tertahankan.

Bukan itu saja. Saat ada masalah, banyak orang justru berusaha mencari-cari kambing hitam karena takut disalahkan. Akibatnya, bukan solusi yang didapat, tapi justru mengundang kebencian dan emosi. Demokrasi yang tadinya bertujuan memberi kebebasan berpendapat, justru sering kali berujung pada perpecahan pendapat. Tak jarang, kritikan justru berbuah tonjokan.

Padahal sejatinya, jika kita mau merenung dan berpikir lebih jernih, semua masalah pasti ada solusi. Semua kendala, pasti bisa diatasi. Semua perbedaan, pasti bisa dijembatani. Karena itu, di tengah berbagai kondisi yang kita alami belakangan ini, pepatah Tiongkok Kuno ini barangkali bisa menjadi refleksi, “Keras pada diri sendiri, yan yu li ji; Toleran pada orang lain, kuan yu dai ren.”

Dalam hal ini, "keras pada diri sendiri" dimaksudkan sebagai bentuk evaluasi diri yang menyeluruh sebelum melihat ke luar. Jika kita membiasakan diri untuk selalu bercermin dalam diri, maka kita pun akan lebih terbuka untuk selalu bisa mengoreksi. Sehingga, saat ada kesalahan, kita tak akan mencari-cari alasan. Namun, kita mampu mencari jawaban dari dalam diri hingga solusi lebih mudah dicari.

Sebaliknya, "toleran pada orang lain" bermakna lebih terbuka untuk menerima kesalahan dan segera memaafkan. Tentu, hal sebatas hal yang dilakukan masih dalam titik kewajaran. Dengan bertoleransi, kita akan bisa lebih berpikir tenang dan berjiwa lapang sehingga saat menghadapi kendala, bisa saling bahu-membahu menyelesaikan bersama-sama.

Kedua sikap ini, jika dikembangkan secara bersamaan, akan memberikan harmonisasi kehidupan sosial yang menyejukkan. Apalagi, jika hal ini diterapkan oleh seorang pemimpin, baik di lingkungan keluarga, organisasi, usaha, ataupun pemerintahan.

Lihatlah contoh pada tokoh-tokoh dunia. Salah satunya pada Mahatma Gandhi. Tokoh pergerakan dari India ini memilih gerakan damai dengan berlaku keras pada diri sendiri. Ia tidak terpancing untuk meladeni hujatan dan makian dari lawan-lawan politik dan penjajahnya. Namun, dengan cara keras pada diri sendiri itulah, hingga kini ia dikenang sebagai tokoh yang sangat dikagumi di berbagai belahan dunia.

Atau, lihat pulalah bagaimana reaksi yang dicontohkan dari tindakan Nelson Mandela. Pejuang kesetaraan kulit hitam dan putih di Afrika Selatan ini terang-terangan mendapat berbagai ujian dan cobaan selama perjuangannya. Namun, dengan toleransi yang sangat besar, ia memberi maaf pada orang-orang yang pernah kejam padanya. Dengan cara itulah, ia menyatukan bangsa Afrika Selatan hingga tahun ini sukses menyelenggarakan pesta sepakbola Piala Dunia.

Simak juga langkah Steve Jobs, pendiri Apple Corp yang dipecat dari perusahaannya sendiri. Tapi, ia justru memilih “berbicara” dengan karya. Jobs “keras” pada dirinya sendiri dengan menyibukkan diri membuat berbagai inovasi di bidang komputerisasi berdasar keyakinannya. Akhirnya, ia kembali pada perusahaan tersebut dan dengan toleransi yang besar, berhasil menyatukan kembali semua visi di Apple sehingga kini Apple makin dikenal sebagai perusahaan inovatif dengan iPod, iPhone, dan iPad-nya.

Itulah bukti nyata, betapa pepatah Tiongkok Kuno, “Keras pada diri sendiri; Toleran pada orang lain” mampu jadi solusi. Karena itu, jika ada persoalan, cobalah lihat ke dalam. Jika menghadapi tantangan, cobalah evaluasi diri. Mari kita bukakan hati dan tenangkan pikiran agar toleransi selalu kita kedepankan. Sehingga, semua persoalan dan tantangan, bisa diselesaikan dengan semangat persaudaraan.
Load disqus comments

0 comments