Kita terlahir sebagai makhluk sosial di mana satu dan yang 
lainnya, saling bergantung dan tak bisa lepas begitu saja. Karena itu, 
menjaga hubungan baik di lingkungan sosial adalah mutlak adanya. Sebab, 
tanpa keharmonisan dengan sesama di sekitar kita, maka hidup bisa jadi 
terlunta-lunta.
Untuk itu, rasa saling menghargai dan toleransi harus selalu menjadi 
hal yang utama. Menghormati sesama, saling menolong, saling membantu, 
adalah beberapa hal kunci yang harus dibiasakan agar kita mampu menjalin
 keharmonisan di lingkungan dan sekitar kita.
Sayangnya, belakangan ini, entah mengapa, justru makin banyak hal 
yang mendorong ke arah terjadinya ketidakharmonisan. Tidak cocok 
sedikit, berujung pada perdebatan. Melirik sedikit, sudah dianggap 
sebagai tantangan. Salah ucap sedikit, sudah dianggap sebagai kesalahan 
yang tak patut dimaafkan. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan seperti 
merebak di mana-mana. Hampir setiap hari, hampir semua berita, selalu 
saja ada kisah memilukan akibat emosi tak tertahankan.
Bukan itu saja. Saat ada masalah, banyak orang justru berusaha 
mencari-cari kambing hitam karena takut disalahkan. Akibatnya, bukan 
solusi yang didapat, tapi justru mengundang kebencian dan emosi. 
Demokrasi yang tadinya bertujuan memberi kebebasan berpendapat, justru 
sering kali berujung pada perpecahan pendapat. Tak jarang, kritikan 
justru berbuah tonjokan.
Padahal sejatinya, jika kita mau merenung dan berpikir lebih jernih, 
semua masalah pasti ada solusi. Semua kendala, pasti bisa diatasi. Semua
 perbedaan, pasti bisa dijembatani. Karena itu, di tengah berbagai 
kondisi yang kita alami belakangan ini, pepatah Tiongkok Kuno ini 
barangkali bisa menjadi refleksi, “Keras pada diri sendiri, yan yu li ji; Toleran pada orang lain, kuan yu dai ren.”
Dalam hal ini, "keras pada diri sendiri" dimaksudkan sebagai bentuk 
evaluasi diri yang menyeluruh sebelum melihat ke luar. Jika kita 
membiasakan diri untuk selalu bercermin dalam diri, maka kita pun akan 
lebih terbuka untuk selalu bisa mengoreksi. Sehingga, saat ada 
kesalahan, kita tak akan mencari-cari alasan. Namun, kita mampu mencari 
jawaban dari dalam diri hingga solusi lebih mudah dicari.
Sebaliknya, "toleran pada orang lain" bermakna lebih terbuka untuk 
menerima kesalahan dan segera memaafkan. Tentu, hal sebatas hal yang 
dilakukan masih dalam titik kewajaran. Dengan bertoleransi, kita akan 
bisa lebih berpikir tenang dan berjiwa lapang sehingga saat menghadapi 
kendala, bisa saling bahu-membahu menyelesaikan bersama-sama.
Kedua sikap ini, jika dikembangkan secara bersamaan, akan memberikan 
harmonisasi kehidupan sosial yang menyejukkan. Apalagi, jika hal ini 
diterapkan oleh seorang pemimpin, baik di lingkungan keluarga, 
organisasi, usaha, ataupun pemerintahan.
Lihatlah contoh pada tokoh-tokoh dunia. Salah satunya pada Mahatma 
Gandhi. Tokoh pergerakan dari India ini memilih gerakan damai dengan 
berlaku keras pada diri sendiri. Ia tidak terpancing untuk meladeni 
hujatan dan makian dari lawan-lawan politik dan penjajahnya. Namun, 
dengan cara keras pada diri sendiri itulah, hingga kini ia dikenang 
sebagai tokoh yang sangat dikagumi di berbagai belahan dunia.
Atau, lihat pulalah bagaimana reaksi yang dicontohkan dari tindakan 
Nelson Mandela. Pejuang kesetaraan kulit hitam dan putih di Afrika 
Selatan ini terang-terangan mendapat berbagai ujian dan cobaan selama 
perjuangannya. Namun, dengan toleransi yang sangat besar, ia memberi 
maaf pada orang-orang yang pernah kejam padanya. Dengan cara itulah, ia 
menyatukan bangsa Afrika Selatan hingga tahun ini sukses 
menyelenggarakan pesta sepakbola Piala Dunia.
Simak juga langkah Steve Jobs, pendiri Apple Corp yang dipecat dari 
perusahaannya sendiri. Tapi, ia justru memilih “berbicara” dengan karya.
 Jobs “keras” pada dirinya sendiri dengan menyibukkan diri membuat 
berbagai inovasi di bidang komputerisasi berdasar keyakinannya. 
Akhirnya, ia kembali pada perusahaan tersebut dan dengan toleransi yang 
besar, berhasil menyatukan kembali semua visi di Apple sehingga kini 
Apple makin dikenal sebagai perusahaan inovatif dengan iPod, iPhone, dan
 iPad-nya.
Itulah bukti nyata, betapa pepatah Tiongkok Kuno, “Keras pada diri 
sendiri; Toleran pada orang lain” mampu jadi solusi. Karena itu, jika ada persoalan, cobalah lihat ke dalam. Jika menghadapi tantangan, cobalah evaluasi diri.
 Mari kita bukakan hati dan tenangkan pikiran agar toleransi selalu kita
 kedepankan. Sehingga, semua persoalan dan tantangan, bisa diselesaikan 
dengan semangat persaudaraan.
 

 

0 comments