Alkisah, ada
seorang Ibu yang tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki ketika
sedang berjalan di trotoar. "Oh, maaf," kata sang Ibu.
Jawab si pejalan kaki itu, "Maafkan saya juga. Saya tak memperhatikan
Anda." Mereka berdua bersikap sangat sopan. Setelah itu, mereka
melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Namun ketika tiba di rumah, berlangsung kisah yang berbeda. Betapa
berbedanya sang Ibu dalam memperlakukan seorang yang sangat dikasihinya.
Menjelang malam hari, saat sang Ibu sibuk memasak makan malam, anak
perempuan satu-satunya berdiri diam di sampingnya. Ketika berbalik
badan, sang Ibu nyaris saja menabrak anaknya. Karena terkejut, sang Ibu
menjadi jengkel. "Menyingkir sana. Jangan berdiri di situ!" hardik sang
Ibu dengan raut muka yang berkerut. Sang anak pun meninggalkan dapur,
dengan hati yang sedikit terluka. Sang Ibu sungguh tak menyadari betapa
kasar caranya berbicara tadi.
Ketika sang ibu berbaring di tempat tidur, suara hatinya berbicara,
"Ketika berhadapan dengan seorang yang tak dikenal, kau bersikap sangat
santun. Tapi kau malah memperlakukan anak yang kaucintai dengan kasar.
Coba kau lihat lantai dapurmu, akan kautemukan serangkai bunga di dekat
pintu. Itu bunga yang dibawakan anakmu untukmu. Dia memetiknya sendiri,
bunga yang berwarna-warni cerah itu. Anakmu berdiri diam di dekatmu agar
tidak merusak kejutannya, dan kau tak pernah melihat airmatanya."
Dengan segera sang Ibu menuju dapur dan di lantai masih tergeletak
bunga berwarna merah muda, kuning, dan biru. Saat itu, sang Ibu merasa
sangat menyesal. Airmatanya mulai mengalir. Lalu diam-diam, ia masuk ke
kamar sang anak dan dengan perlahan duduk di tepi tempat tidurnya.
"Bangun sebentar, anakku," kata sang Ibu. "Bunga ini kau petik untuk
Ibu?"
Sang anak tersenyum meski matanya masih terlihat mengantuk, "Aku
menemukannya, di dekat pepohonan. Aku petik karena bunganya cantik, sama
seperti Ibu. Aku tahu Ibu pasti menyukainya, terutama yang biru."
Mendengar jawaban itu, sang Ibu semakin merasa bersalah, "Anakku,
maafkan Ibu karena Ibu sudah kasar padamu tadi. Seharusnya aku tak
meneriakimu seperti itu." Sang anak menjawab, "Oh, Ibu, nggak apa-apa,
kok. Aku tetap sayang pada Ibu."
"Ibu juga sayang padamu. Dan aku memang suka bunga-bunga ini, terutama yang biru."
Tanpa kita sadari, cerita di atas juga sering kita alami sendiri.
Betapa kita bisa bersikap sangat sopan dan santun dalam berbicara kepada
orang lain, yang baru kita kenal sekalipun, namun semua itu langsung
berubah begitu kita menghadapi anggota keluarga kita, atau kerabat, atau
sahabat, atau orang-orang dekat kita. Mari, jadikan kisah ini
sebagai "batu pijakan pertama" kita untuk mengubah kebiasaan tidak baik
itu, agar ke depannya kita bisa lebih menjaga sikap dan perkataan kita
kepada siapa pun yang kita temui.


0 comments